Minggu, 15 Juni 2008

Fai, Pratikum dan Bus Kampus

Fai, Pratikum dan Bus Kampus

Pagi ini kulihat Fai sudah menungguku di halte pasar baru seperti biasa. Atau aku cuma geer saja, entahlah, tapi memang biasanya begitu, dia selalu menungguku di Halte Pasar Baru. Dan, benar, kan? Sambil berpura-pura kesal dia menyapaku.

“Laporannya sudah kau buat, kan? Nih, aku sudah buatkan kamu peer Elemen Jumat lalu. Aku sekarang sudah tau bagaimana hitungannya, eh, Kamu denger nggak sih?” sambil berjalan menuju Bus Kampus Fai terus berbicara, aku sendiri hanya terdiam dalam lamunanku.

“Hoi bangun! Dah mandi belon nih anak?” teriak Fai sambil menonjok bahuku. Oh, Fai, andai kamu tahu ini nggak bener. Tapi haruskah aku membuatmu kecewa dengan khotbah-khotbah yang akan kuberikan? Aku tak ingin khotbah itu justru menjadi sebab kau semakin jauh dari jalan-Nya.

Sudah dua semester ini, Fai akrab denganku. Bermula saat kami satu kelompok pada praktikum Proses Produksi I, aku jadi mengenalnya lebih dekat. Dulu aku hanya sekedar tahu dia salah satu diantara tiga orang gadis di Teknik Mesin. Mengapa dia masuk Teknik Mesin? Katanya, dia ingin mengubah imej Teknik Mesin identik dengan cowok. Orang tuanya sendiri ingin dia masuk Kedokteran, tapi dasar Fai, dia nekat memilih Teknik Mesin, jurusan paling macho di universitasku.

Azizah Nur Faizah, anak Bukit Tinggi yang sikapnya setegar namanya. Dia paling hobi ikut pendakian bareng bukit. Basket? Wah kamu yang cowok belum tentu bisa ngalahin dia. Dia sering bilang padaku, ”Eh, kamu itu cowok beneran ngga, sih? Daki gunung ngga pernah ikut, basket juga cuma jadi cadangan…” aku memang paling malas ikut naik gunung, walaupun Irpan temanku sering mengajakku ikut mendaki tau rihlah bersama Dpartemen Seni dan Olah Raga Foristek yang nama kerennya adalah Dpertemen SENIOR.Fai, bagaimanapun juga kau sudah memberi banyak warna di Teknik Mesin. Banyak –katanya sih- kakak angkatan yang ‘mengejar’ dia. Tapi Fai tak pernah menanggapi, dia selalu bilang, “No time for love!!!”. Padahal hampir semua anak TM setuju, Fai harusnya jadi model. Fai memang cantik, kuakui itu. Rambutnya yang panjang, membuatya mirip sekali dengan Maudy Kusnaedi, bintang sinetron itu.

Fai memang kaya, dulu dia selalu berangkat dengan Estilo Civic hijau-nya, tapi sejak akrab denganku –ciee, geer- dia selalu naik bus kota, “Biar merakyat…” katanya, ah, merakyat apa merakyat? Dan sejak itu dia selalu menungguku untuk pulang bareng dari kampus. Sejak itu juga, Pak Saleh, Koko, Andri, Romel, Ajo jadi agak jauh denganku, mereka jadi selalu sinis bila bertemu denganku, ah mungkin itu cuma perasaanku saja, buktinya mereka masih sering bercanda denganku di masjid.

Pernah juga dia marah padaku, gara-gara aku tak mau menemaninya nonton film peraih Oscar, Armageddon. Aku mencoba menjelaskan, kukatakan padanya nonton itu nggak baik, masih banyak kegiatan lain yang lebih bermanfaat. Akhirnya kuajak Fai ikut kegiatannya Ar-Rahma bersama anak-anak jalanan. Dan untungnya, dia sangat enjoy dengan anak-anak jalanan itu sehingga dia lupa sedang marah denganku, hehe. Fai memang punya jiwa sosial yang tinggi.

Fai yang cantik, aku ingin kamu jadi muslimah yang baik. Pernah dulu aku berdiskusi dengannya tentang masalah hijab. Dia bilang, “Glenn, sebenarnya aku sih ingin juga pakai jilbab, tapi aku merasa belum bisa seperti mereka, aku masih ingin bebas…”. Lho, kamu memang aneh, Fai, kalau manusia memang boleh bebas sebebas-bebasnya, pasti dunia ini sudah kiamat sejak dulu, kebebasan macam apa yang kau cari, Fai? Tapi akhir-akhir ini Fai memang berubah. Dia tak pernah lagi memakai jeans ketat saat ke kampus. Kata Indah –satu-satunya ‘jilbaber’ di Mesin- Fai tidak ingin aku dimusuhi anak musholla gara-gara punya teman yang berpakaian tidak sopan.

“Glenn! Hei! Ngelamun aja sih. Lagi mikirin siapa hayo. Udah siap kan untuk kuis Pak Sam hari ini?” pertanyaan yang amat membuatku kaget.

“What Pak Sam kuis, waduuh…” terbayang olehku ‘senyum sadis’ Pak Sam saat masuk kelas. Jujur saja, aku belum belajar tadi malam, bahkan sudah seminggu ini tak kusentuh bukuku.

“Hihi, April Mop, kuisnya minggu depan, koq.” Fai tertawa, aku hanya menggaruk kepala. Kena juga aku. “Makanya jadi cowok jangan malas!” kata Fai sambil menjitak kepalaku, astagfirullah, batal deh wudhu-ku pagi ini.

Siang ini kuliah terasa sangat panjang, seakan bertahun-tahun. Aku menarik napas panjang setelah Pak Sam mengakhiri kuliah panjangnya dengan ‘senyum manisnya’ dan berkata, “Jangan lupa, minggu depan kita kuis”. Dan keluhan panjang menggema di dalam kelas. Aku melangkah gontai keluar ruangan, perutku sudah mulai ingin diisi. Fai menghampiriku dan mengajakku ke kaptek. Kurasa dia punya indra keenam untuk mengetahui keadaan perutku. Lagi pula biasanya dia nraktir aku, hehe, lumayan makan gratis.

“Eh, Glenn, kamu mau ngga kasih tau aku, dimana and kapan sih ada pengajian putri, aku mau ikut.” Aku seperti tersambar geledek. Tak kukira Fai yang modis bertanya padaku tentang pengajian. Sedang aku sendiri tidak aktif ikut pengajian. Aku jadi gugup, tapi kucoba mengingat jadwal pengajian putri di musholla.

“Eh, anu mungkin tiap Jumat pagi, Biasa acaranya di mushalla teknik sipil,tapi juga sering di mushalla Al-Aqsa TI,TL.di Koridor gedung D juga pernah. Aku juga lupa nih.” Aku hanya menyeringai menahan malu, ya malu pada diriku sendiri. Aku yang telah tahu sedikit banyak, ternyata tidak punya ghirah untuk lebih tahu. Sementara Fai yang belum tahu, malah punya semangat lebih untuk tahu. Fai hanya mengangguk, segelas es teh tinggal separuh didepannya.

jumat pagi itu tak kulihat Fai menungguku di halte pasar baru, aneh juga, aku jadi mengharapkannya, padahal biasanya aku mencoba untuk menghindarinya. Langkah gontaiku kuayunkan menuju kampus, semalam aku nonton semifinal Piala Champions, mataku masih terasa berat. Kulihat Fai bersama Indah muncul dari balik Sekre FORISTEK, dia melambaikan tangan padaku.

“Hai, assalamualaikum. Kau ngga ikut pengajian, ya?” salam Fai dengan ceria. Aku agak terkejut, tak biasanya Fai menyapaku dengan salam.

“Alaikumsalam, wah aku lupa nih,” aku beralasan, padahal aku memang jarang ikut. Kulihat Fai yang lain pagi ini. Bibirnya yang biasanya terpoles, hari ini tanpak polos, parfum-nya juga tidak tercium lagi. Tapi justru dia bertambah cantik, wah ada virus di hatiku yang mulai mengganggu. Tapi harus diakui, pagi ini ada sesuatu yang lain dari Fai, dia tampak lebih ‘cool’ tanpa mengurangi keceriaannya. Sepertinya dia menyembunyikan sesuatu rahasia padaku. Ah, Fai, kau memang misterius.

***

Kupatut wajahku di depan cermin. Kubetulkan jilbab baruku yang agak sedikit miring. Akan kubuat Glenn terkejut pagi ini. Dia pasti tidak menyangka, aku, Si Fai modis, akan jadi ‘jilbaber’. Aku tersenyum sendiri membayangkan wajah Glenn yang bengong saat melihatku nanti, pasti dia tambah culun.

Kusambar tas ranselku dan bergegas menuju kampus. Aku tak ingin kalah cepat dengan Glenn. Hari ini Pak Jayan kuis, tapi tenang saja toh aku sudah belajar. Kulangkahkan kakiku dengan cepat. Hupp, pelan-pelan neng, kalau jalan yang sopan entar dimarahi Uni Merry, lho. Aku tertawa sendiri, jilbaber kok jalannya kaya Argolawu, hihi. Tiba-tiba aku teringat, astagfirullah aku lupa membawa kalkulator! Aku segera berbalik untuk pulang. Tapi tiba-tiba terdengar suara mobil yang mengerem keras. Mobil itu hanya satu meter di sampingku, lalu semuanya menjadi gelap.

Perlahan kubuka mataku, kurasakan kakiku sakit sekali. Ruangan putih dan sekantong infus yang tergantung di sudut ranjang. Astegfirullah mungkin ini peringatan dari Allah padaku, selama ini memang aku teramat jauh dari-Mu ya Rabbi. Kulihat Indah duduk di samping ranjang bersama Ibu kosku, Bu Endang.

“Fai, kau sudah sadar? Selamat datang ya ukhti.” bisik Indah dengan air mata berlinang. Kurasakan keharuan yang tak pernah ada selama ini. Kurasakan kehangatan seurang teman sejati yang tak pernah kujumpai bersama teman-temanku. Kehangatan cinta seorang saudara kepada saudaranya, yang baru kurasakan kali ini. Aku hanya mengangguk pelan, mataku basah oleh keharuan yang tak bisa kutahan ini.

Sudah seminggu aku terbaring di sini. Tiap hari selalu ada ‘teman-teman baruku’ yang menegokku. Indah, Hani, Uni Merry, dan teman yang lain selalu membawakan kebahagiaan di hatiku. Aku tak pernah merasa sendiri, aku berada di dalam sebuah jamaah yang terjalin mesra dan indah. Tapi pagi ini ada yang istimewa. Teman-teman FORISTEK datang menjengukku. Kulihat lagi wajah-wajah macho setelah seminggu ditemani ‘bidadari’. Hakim and his gank tampak terkejut melihat perubahan padaku. Tentu saja mereka tak menyangka Fai tomboy akan jadi Fai ‘akhwat’. Tapi tak kulihat satu wajah culun yang selalu akrab denganku, Glenn, dimana kamu?

Ah, Glenn, kamu memang orang yang lucu. Ya Allah dulu aku memang pernah ingin berhijab karena ingin mengambil hatimu, Glenn. Tapi kini aku berhijab ikhlas karena Engkau, ya Allah, bukan karena Glenn atau siapa pun.

Ketika Hakim dan kawan-kawan pulang, kulihat wajah Glenn di pintu. Senyum culunnya masih setia menghias wajahnya. Dia melangkah masuk, tak tampak rasa terkejut di wajahnya. Pasti Indah sudah memberitahu dia. Glenn datang bersama Koko aktivis masjid, yang sering kulihat di pengajian Rabu pagi.

“Cepat sembuh, ya. Entar ketinggalan kuis Pak Sam, lho.” Glenn berkata dengan pelan. Aku ingin tertawa melihat tingkah culunnya.

“Tenang aja, besok kalau sudah sembuh, peer-mu pasti kukerjain lagi dech,” Glenn hanya menyeringai. Tak lama dia berpamitan, sekantong jeruk Pontianak, diletakkanya di meja, eh, seperti iklan,ya? Kutatap punggungnya yang menghilang di balik pintu, I love you, Bro, bukan cinta yang dulu, tapi cinta seperti yang diajarkan Rasulullah kepada sahabatnya, semoga kita tetap istiqomah di jalan-Nya seperti mereka.

***

Kulangkahkan kakiku meninggalkan rumah sakit dengan mantap. Yeah, Si Fai tomboy saja bisa hijrah, masak aku tidak. I love you, Sist, bukan kaca yang mudah pecah, Fai, tapi cinta abadi yang akan membawa kita ke surga-Nya. Kuharap aku bisa sepertimu yang mampu ‘mengubah sejarah’.

Kurangkul pundak Koko, “Ayo, kapan kita rihlah ke gunung lagi…”

Tidak ada komentar:

SMA N 2 TAPAKTUAN

SMA N 2 TAPAKTUAN
Training Motivasi

PESANTERN AL-MUNJIYA LABUHAN HAJI

PESANTERN AL-MUNJIYA LABUHAN HAJI
Training ISQ

PEMUDA DAN PEMUDI KECAMATAN SAWANG, ACEH SELATAN

PEMUDA DAN PEMUDI KECAMATAN SAWANG, ACEH SELATAN
TRAINING MOTIVASI