Senin, 23 Juni 2008

PASKA KAMPUS TEKNIK

Dalam percakapan di pinggir jalan dekat kampus.

Mas, setelah lulus kuliah mau kemana?”

tanya seorang adik kelas kepada seniornya yang baru saja di wisuda.

Sang kakak senior termenung sambil menatap langit,

Entahlah Dik, Kakak juga gak tau mau kemana setelah lulus ini. Yaah mengalir aja gitu. Daftar PNS, jadi pekerja di salah satu perusahaan, atau masuk yayasan itu semua takdir yang menentukannya, kalau kita berusaha memasukkan lamaran ke organisasi paska kampus tadi.”

Sarjana teknik dengan kemampuan akademisnya yang memiliki segudang ilmu tentang kompetensi keteknikan tetap saja tidak mampu menjawab pertanyaan sederhana dan pragmatis di atas. Apa mungkin dunia akademis masih sangat kental dengan dunia idealisme atau telalu mengkhayal sesuatu yang tinggi dan tidak dapat tercapai seperti pepatah mengatakan Bagai punuk rindukan bulan.

Ada sebuah hal yang menarik untuk disikapi seiring dengan cepatnya lulusan sarjana teknik dengan tidak diiringi sarana atau saluran berikutnya setelah lulus. Sarjana teknik yang rata-rata setiap tahunya lulus sebanyak 500 orang di satu perguruan tinggi, bila di Indonesia terdapat 100 perguruan tinggi saja yang memiliki lulusan sarjana teknik, artinya dalam satu tahun terdapat 50.000 sarjana teknik, bila tidak ditunjang dengan sarana paska kampus yang memadai maka akan terjadi pengangguran yang besar. Hal ini pun kembali kepada sarjana teknik itu sendiri, tidak hanya mengandalkan pemerintah atau perusahaan yang telah ada untuk menampung mereka bekerja, tetapi dari mereka sendirilah yang menciptakan lapangan pekerjaan minimal untuk diri mereka sendiri. Idealnya sesuai kompetensi yang mereka miliki.

Namun, bicara tentang kompetensi sarjana teknik, agaknya ada hal yang perlu dicermati sebagai suatu fenomena aneh seiring dengan kebijakan kampus itu sendiri, apakah itu?

Kurikulum yang diberikan perguruan tinggi hanya dipandang dari perspektif bisnis setelah dari kampus akan menjadi pekerja di salah satu perusahaan manufaktur maupun jasa yang sudah mapan dan establish. Maka, setting mental para sarjana teknik lebih condong pada pengembangan usaha diiringi peningkatan efisiensi dan efektifitas kerja.

Sarjana teknik tidak dapat menghasilkan sebuah produk baru maupun usaha baru sendiri yang dijadikan sebagai ladang kerjanya paska kampus sedangkan data nominal yang besar diatas tidak memungkinkan semua orang berebut pekerjaan di tempat/perusahaan yang terbatas.

Hanya ada satu cara untuk mengubah realitas yang ada yakni dengan menjadi Pengusaha/Enterpreneur/Business Owner.

Itu adalah solusi permasalahan para sarjana teknik

Aktivis Da’wah Teknik yang responsif dengan dinamika bangsa telah berkumpul dalam suatu forum untuk menyelesaikan permasalahan bangsa yang satu ini. Mereka menamakan forum itu dengan Forum Ukhuwah Lembaga Da’wah Kampus Teknik (FULDKT) se-Indonesia yang beranggotakan perwakilan Rohis (Rohani Islam) di penjuru nusantara dari Sabang sampai Merauke.

Adapun hasil dari Munas (Musyawarah Nasional) 2 FULDKT terutama komisi 3 bagian Keprofesian Teknik diantaranya:

Pengertian da’wah profesi teknik dari hasil komisi adalah da’wah pada dunia kerja yang berorientasi pada disiplin ilmu keteknikan dengan berasaskan Islam untuk kemaslahatan ummat.

Tujuan da’wah profesi teknik adalah mengaplikasikan keprofesian teknik dalam bentuk usaha-usaha serta lembaga untuk mengorganisir aktivitas dakwah teknik di kampus dan paska kampus dalam sebuah jaringan sebagai alat memperkuat ukhuwah islamiyah sehingga gerak da’wah secara nasional terarah dan terpadu dalam proses perbaikan ummat.

Ini artinya kita tidak lagi harus masuk pada perusahaan orang lain, tapi kita berusaha menciptakan lapangan kerja baru/bentuk perusahaan.

Apakah pendapat ini bisa diterima? Sepakat?

Ok, kalau sepakat bahwa kita harus menjadi pengusaha, lalu bagaimana caranya memulai bisnis dengan kompetensi kita?

Caranya adalah

  1. Kita bebaskan pemikiran dari beban pengakuan akan kesarjanaan kita. Artinya kita jangan mengharap agar dengan kemampuan kita dan kalau saja bekerja ditempat orang kita akan mendapatkan kepastian gaji per bulan dan sistem kerja yang sudah jelas atau impinan akan pekerjaan yang ideal sesuai back ground pendidikan saat kuliah. Karena kita saart ini akan memulainya dari nol maka jadikan kita menerima realita apa adanya dngan bersikap sewajarnya.
  2. Kita mulai rencanakan sistem kerja kita. Berbicara tentang sistem maka yang dimaksud adalah input, process, output dan feed back. Maka setiap hal tersebut harus disiapkan.
  3. Menentukan aktivitas usaha kita. Jenis usaha jangan terlalu ideal dengan kompetensi kita saja, namun kita hidup di alam realita membutuhkan adanya investasi, pengelola dan pasar. Maka tiap item harus dijabarkan dan akan menjadi peluang bisnis kita diawalnya
  4. Kembangkan bisnis sesuai dengan kekuatan kita
  5. Arahkan potensi bisnis kita mengikuti kompetensi dan hal yang kita sukai, sebab bisnis tergantung keminatan seseorang agar dapat ditekuni secara maksimal.
  6. Jalin hubungan dengan personal atau orang yang berpikiran sama dengan kita untuk menjadi tim bisnis kita.
  7. Dirikan perusahaan berbadan hukum seperti CV. maupun PT
  8. Kuatkan posisi tawar dengan melakukan komunikasi relational dengan perusahaan, birokrasi maupun LSM sesuai dengan core bisnis kita
  9. Profesionalkan kerja dengan melakukan standardisasi pekerjaan kita
  10. Jalin hubungan relasional dengan perusahaan sejenis untuk mengadakan konsorsium maupun merger.
  11. Kembangkan usaha yang bervariasi di sekitar fokus bisnis kita.
  12. Sinergikan kebutuhan satu unit bisnis kita dengan unit bisnis kita yang lainnya dan buka peluang agar dapat menjadi perusahaan terbuka
  13. Biarkan perusahaan kita dikelola orang, kita dapat duduk dibagian komisaris maupun pemegang sahamnya saja dan selanjutnya mengembangkan bisnis lainnya yang hanya butuh investasi
  14. Selamat menikmati bisnis Anda. Biarkan uang bekerja untuk kita.

PASKA KAMPUS TEKNIK

Dalam percakapan di pinggir jalan dekat kampus.

Mas, setelah lulus kuliah mau kemana?”

tanya seorang adik kelas kepada seniornya yang baru saja di wisuda.

Sang kakak senior termenung sambil menatap langit,

Entahlah Dik, Kakak juga gak tau mau kemana setelah lulus ini. Yaah mengalir aja gitu. Daftar PNS, jadi pekerja di salah satu perusahaan, atau masuk yayasan itu semua takdir yang menentukannya, kalau kita berusaha memasukkan lamaran ke organisasi paska kampus tadi.”

Sarjana teknik dengan kemampuan akademisnya yang memiliki segudang ilmu tentang kompetensi keteknikan tetap saja tidak mampu menjawab pertanyaan sederhana dan pragmatis di atas. Apa mungkin dunia akademis masih sangat kental dengan dunia idealisme atau telalu mengkhayal sesuatu yang tinggi dan tidak dapat tercapai seperti pepatah mengatakan Bagai punuk rindukan bulan.

Ada sebuah hal yang menarik untuk disikapi seiring dengan cepatnya lulusan sarjana teknik dengan tidak diiringi sarana atau saluran berikutnya setelah lulus. Sarjana teknik yang rata-rata setiap tahunya lulus sebanyak 500 orang di satu perguruan tinggi, bila di Indonesia terdapat 100 perguruan tinggi saja yang memiliki lulusan sarjana teknik, artinya dalam satu tahun terdapat 50.000 sarjana teknik, bila tidak ditunjang dengan sarana paska kampus yang memadai maka akan terjadi pengangguran yang besar. Hal ini pun kembali kepada sarjana teknik itu sendiri, tidak hanya mengandalkan pemerintah atau perusahaan yang telah ada untuk menampung mereka bekerja, tetapi dari mereka sendirilah yang menciptakan lapangan pekerjaan minimal untuk diri mereka sendiri. Idealnya sesuai kompetensi yang mereka miliki.

Namun, bicara tentang kompetensi sarjana teknik, agaknya ada hal yang perlu dicermati sebagai suatu fenomena aneh seiring dengan kebijakan kampus itu sendiri, apakah itu?

Kurikulum yang diberikan perguruan tinggi hanya dipandang dari perspektif bisnis setelah dari kampus akan menjadi pekerja di salah satu perusahaan manufaktur maupun jasa yang sudah mapan dan establish. Maka, setting mental para sarjana teknik lebih condong pada pengembangan usaha diiringi peningkatan efisiensi dan efektifitas kerja.

Sarjana teknik tidak dapat menghasilkan sebuah produk baru maupun usaha baru sendiri yang dijadikan sebagai ladang kerjanya paska kampus sedangkan data nominal yang besar diatas tidak memungkinkan semua orang berebut pekerjaan di tempat/perusahaan yang terbatas.

Hanya ada satu cara untuk mengubah realitas yang ada yakni dengan menjadi Pengusaha/Enterpreneur/Business Owner.

Itu adalah solusi permasalahan para sarjana teknik

Aktivis Da’wah Teknik yang responsif dengan dinamika bangsa telah berkumpul dalam suatu forum untuk menyelesaikan permasalahan bangsa yang satu ini. Mereka menamakan forum itu dengan Forum Ukhuwah Lembaga Da’wah Kampus Teknik (FULDKT) se-Indonesia yang beranggotakan perwakilan Rohis (Rohani Islam) di penjuru nusantara dari Sabang sampai Merauke.

Adapun hasil dari Munas (Musyawarah Nasional) 2 FULDKT terutama komisi 3 bagian Keprofesian Teknik diantaranya:

Pengertian da’wah profesi teknik dari hasil komisi adalah da’wah pada dunia kerja yang berorientasi pada disiplin ilmu keteknikan dengan berasaskan Islam untuk kemaslahatan ummat.

Tujuan da’wah profesi teknik adalah mengaplikasikan keprofesian teknik dalam bentuk usaha-usaha serta lembaga untuk mengorganisir aktivitas dakwah teknik di kampus dan paska kampus dalam sebuah jaringan sebagai alat memperkuat ukhuwah islamiyah sehingga gerak da’wah secara nasional terarah dan terpadu dalam proses perbaikan ummat.

Ini artinya kita tidak lagi harus masuk pada perusahaan orang lain, tapi kita berusaha menciptakan lapangan kerja baru/bentuk perusahaan.

Apakah pendapat ini bisa diterima? Sepakat?

Ok, kalau sepakat bahwa kita harus menjadi pengusaha, lalu bagaimana caranya memulai bisnis dengan kompetensi kita?

Caranya adalah

  1. Kita bebaskan pemikiran dari beban pengakuan akan kesarjanaan kita. Artinya kita jangan mengharap agar dengan kemampuan kita dan kalau saja bekerja ditempat orang kita akan mendapatkan kepastian gaji per bulan dan sistem kerja yang sudah jelas atau impinan akan pekerjaan yang ideal sesuai back ground pendidikan saat kuliah. Karena kita saart ini akan memulainya dari nol maka jadikan kita menerima realita apa adanya dngan bersikap sewajarnya.
  2. Kita mulai rencanakan sistem kerja kita. Berbicara tentang sistem maka yang dimaksud adalah input, process, output dan feed back. Maka setiap hal tersebut harus disiapkan.
  3. Menentukan aktivitas usaha kita. Jenis usaha jangan terlalu ideal dengan kompetensi kita saja, namun kita hidup di alam realita membutuhkan adanya investasi, pengelola dan pasar. Maka tiap item harus dijabarkan dan akan menjadi peluang bisnis kita diawalnya
  4. Kembangkan bisnis sesuai dengan kekuatan kita
  5. Arahkan potensi bisnis kita mengikuti kompetensi dan hal yang kita sukai, sebab bisnis tergantung keminatan seseorang agar dapat ditekuni secara maksimal.
  6. Jalin hubungan dengan personal atau orang yang berpikiran sama dengan kita untuk menjadi tim bisnis kita.
  7. Dirikan perusahaan berbadan hukum seperti CV. maupun PT
  8. Kuatkan posisi tawar dengan melakukan komunikasi relational dengan perusahaan, birokrasi maupun LSM sesuai dengan core bisnis kita
  9. Profesionalkan kerja dengan melakukan standardisasi pekerjaan kita
  10. Jalin hubungan relasional dengan perusahaan sejenis untuk mengadakan konsorsium maupun merger.
  11. Kembangkan usaha yang bervariasi di sekitar fokus bisnis kita.
  12. Sinergikan kebutuhan satu unit bisnis kita dengan unit bisnis kita yang lainnya dan buka peluang agar dapat menjadi perusahaan terbuka
  13. Biarkan perusahaan kita dikelola orang, kita dapat duduk dibagian komisaris maupun pemegang sahamnya saja dan selanjutnya mengembangkan bisnis lainnya yang hanya butuh investasi
  14. Selamat menikmati bisnis Anda. Biarkan uang bekerja untuk kita.

PENGUATAN DAKWAH KETEKNIKAN DALAM MENYONGSONG

ERA BARU

Dakwah adalah sebuah aktivitas yang mulia untuk sebuah tujuan yang mulia pula. Sebuah tujuan yang amat besar yaitu tegaknya kalimat Allah di muka bumi ini. Dakwah bukanlah tugas yang ringan, pada jalannya terbentang begitu banyak rintangan, duri dan kerikil yang siap mencabik-cabik tapak kaki para penyeru-penyerunya. Padanya terdapat beban yang mampu mematahkan tulang punggung (Fi Zhilalil Qur’an, Sayid Qutub). Karenanya, dakwah tidak mungkin dihasung seorang diri, diperlukan adanya amal jama’i untuk merealisasikan tujuan-tujannya. Sebagaimana firman Allah dalam surat As Shaff : 4 “ Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berjuang di jalan-Nya dalam barisan seperti bangunan yang kokoh”. Ali ra.juga pernah berkata, “ Kejahatan yang terorganisir akan mampu mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir”. Demikian pula dakwah kampus, ia harus teratur dengan baik agar misinya tidak dikalahkan oleh siasat musuh- musuh Islam. Agar para mahasiswa yang diharapkan akan memegang tampuk kepemimpinan bangsa yang akan datang dapat mengecap manisnya Iman dan Islam untuk diaplikasikan dalam masa kepemipinannya kelak . Alasan ini serta beberapa dalil naqli di atas dan banyak lagi dalil lainnya menjadi landasan syar’i akan pentingnya keberadaan LDK ( Lembaga Dakwah Kampus ) sebagai sebuah lembaga yang mewadahi kader-kader dakwah kampus untuk bergerak bersama dalam sebuah amal jama’i untuk menghasung tugas dakwah yang mulia.

Forum Ukhuwah Lembaga Dakwah Kampus Teknik ( FULDKT ) amat menyadari peran penting LDK terhadap proses penyebaran nilai Islam di Kampus, khususnya internal kampus teknik yang menjadi fokus pembahasannya. Oleh karena itu dalam Munas II yang diselenggarakan di Universitas Brawijaya Malang, 11-13 September yang lalu dibentuklah komisi khusus untuk membahas tentang ke-LDKT-an disamping dua komisi lain yang membahas tentang dakwah akademis dan profesi. Pembahasan Komisi I menjadi penting karena bagaimana mungkin dakwah memperluas ranahnya pada bidang akademis dan profesi sementara inti geraknya sendiri belum mapan.

Diskusi panjang Komisi I pada waktu itu menitik beratkan pada dua masalah utama, yaitu: pengembangan dan pengokohan jaringan. Dua aspek inilah yang akan coba saya ulas dalam tulisan ini.

PENGEMBANGAN JARINGAN

Di awal tadi telah saya sampaikan betapa pentingnya keberadaan lembaga dakwah kampus di setiap kampus teknik, idealnya tentu demikian. Tapi pada kenyataannya tidak setiap kampus teknik di Indonesia memiliki LDKT . Berangkat dari kondisi ini maka Komisi I FULDKT merekomendasikan sebuah program pengembangan jaringan kepada Munas II FULDKT .

Ide utamanya adalah bagaimana FULDKT dapat berperan dalam upaya pendirian LDKT di kampus-kampus teknik yang belum memiliki lembaga dakwah resmi. Harapannya ketika seluruh kampus teknik di Indonesia telah memiliki LDKT, maka isu-isu yang dilontarkan FULDKT kaitannya dengan dakwah keteknikan akan benar-benar menjadi isu nasional – bukan segelintir pihak saja - sehingga memiliki daya penetrasi yang lebih kuat terhadap opini publik. Di samping itu tentunya perkembangan syiar ke-Islaman di kampus-kampus tersebut akan semakin meningkat.

Untuk merealisasikan program ini disusunlah langkah-langkah gerak sebagai berikut:

a. Pendataan Kampus teknik yang belum memiliki LDKT

b. Uji kelayakan

Dari data kampus teknik yang belum memiliki LDKT di atas dilakukan analisa mana saja kampus teknik yang layak di dampingi dalam usaha pendirian LDKT. Hal ini didasarkan pada realitas bahwa tidak setiap kampus teknik memiliki faktor-faktor pendukung untuk mendirikan LDKT, diantaranya tentang kondisi SDM, sikap birokrasi kampus, dll. Untuk kampus-kampus yang lolos uji kelayakan akan segera didampingi untuk pendirian LDKT.

c. Upaya lewat jalur formal dengan menghubungi Dirjen DIKTI agar merekomendasikan adanya LDKT di setiap kampus teknik.

d. Memahamkan ADKT (Aktivis Dakwah Kampus Teknik) akan pentingnya LDKT.

Ada kalanya sebuah kampus memiliki sejumlah aktivis dakwah tetapi tidak tergabung dalam sebuah LDKT, masing-masing melakukan aktivitas dakwahnya secara infiradhi. Untuk jenis kampus macam inilah diperlukan pendekatan dan motivasi kepada para aktivis dakwahnya akan pentingnya LDKT.

PENGOKOHAN JARINGAN

Program pengokohan jaringan adalah upaya menyetarakan kualitas LDKT-LDKT yang menjadi anggota FULDKT. Hal ini penting untuk memasifkan gerakan dari FULDKT itu sendiri. Teknis yang disepakati ialah melalui pendampingan dari LDKT mapan kepada LDKT yang belum mapan.

Komisi I telah melakukan pembahasan tentang parameter kemapanan sebuah LDKT dan menghasilkan beberapa kriteria LDKT mapan dan belum mapan, meliputi kondisi SDM, eksistensi lembaga, sarana-prasarana yang dimiliki, dan frekuensi kegiatan syiarnya. Dengan adanya parameter yang jelas maka diharapkan program ini dapat dijalankan dengan lebih mudah. Selanjutnya untuk meningkatkan kualitas kader dakwah pada sisi profesionalitas lembaga dan bekal dakwahnya disepakati beberapa strategi sebagi berikut:

a. Standarisasi pelatihan manajerial

b. Upaya memperjelas & mengefektifkan alur kaderisasi sesuai karakteristik masing-masing LDKT.

c. Pelaksanaan kegiatan syiar bersama antar LDKT dalam satu wilayah.

Kedua program di atas harapannya akan memperkuat aspek ke-LDKT-an yang akan mendukung pula gerak FULDKT di wilayah akademis dan profesi teknik. Pelaksanaannya akan dikoordinir oleh SENKOMNAS (Sentra Komunikasi Nasional) FULDKT dalam hal ini SKI FT Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Barangkali ini sekelumit informasi yang bisa saya bagi pada antum wa antuna pembaca Shohwah yang setia. Saya akhiri uraian ini dengan harapan semoga Allah SWT memberikan kekuatan kepada kita semua untuk senantiasa mengabdikan segala yang telah dikaruniakan-Nya untuk dakwah ilallah. Memberikan ridho-Nya pada setiap langkah kita dalam meninggikan kalimat-Nya, mengampuni dosa kita dan menunjuki kita pada jalan yang dicintai-Nya. Agar setiap peluh yang menetes dan setiap darah yang tercecer menjadi saksi syahidnya jiwa-jiwa kita, Insya Allah !!

5 (Lima) S


Suatu saat, adzan Maghrib tiba. Kami bersegera shalat di sebuah mesjid yang dikenal dengan tempat mangkalnya aktivis Islam yang mempunyai kesungguhan dalam beribadah. Di sana tampak beberapa pemuda yang berpakaian “khas Islam” sedang menantikan waktu shalat. Kemudian, adzan berkumandang dan qamat pun segera diperdengarkan sesudah shalat sunat. Hal yang menarik adalah begitu sungguh-sungguhnya keinginan imam muda untuk merapikan shaf. Tanda hitam di dahinya, bekas tanda sujud, membuat kami segan. Namun, tatkala upaya merapikan shaf dikatakan dengan kata-kata yang agak ketus tanpa senyuman, “Shaf, shaf, rapikan shafnya!”, suasana shalat tiba-tiba menjadi tegang karena suara lantang dan keras itu. Karuan saja, pada waktu shalat menjadi sulit khusyu, betapa pun bacan sang imam begitu bagus karena terbayang teguran yang keras tadi.

Seusai shalat, beberapa jemaah shalat tadi tidak kuasa menahan lisan untuk saling bertukar ketegangan yang akhirnya disimpulkan, mereka enggan untuk shalat di tempat itu lagi. Pada saat yang lain, sewaktu kami berjalan-jalan di Perth, sebuah negara bagian di Australia, tibalah kami di sebuah taman. Sungguh mengherankan, karena hampir setiap hari berjumpa dengan penduduk asli, mereka tersenyum dengan sangat ramah dan menyapa “Good Morning!” atau sapa dengan tradisinya. Yang semuanya itu dilakukan dengan wajah cerah dan kesopanan. Kami berupaya menjawab sebisanya untuk menutupi kekagetan dan kekaguman. Ini negara yang sering kita sebut negara kaum kafir.

Dua keadaan ini disampaikan tidak untuk meremehkan siapapun tetapi untuk mengevaluasi kita, ternyata luasnya ilmu, kekuatan ibadah, tingginya kedudukan, tidak ada artinya jikalau kita kehilangan perilaku standar yang dicontohkan Rasulullah SAW, sehingga mudah sekali merontokan kewibawaan dakwah itu sendiri.

Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan dengan berinteraksi dengan sesama ini, bagaimana kalau kita menyebutnya dengan 5 (lima) S : Senyum, salam, sapa, sopan, dan santun.

Kita harus meneliti relung hati kita jikalau kita tersenyum dengan wajah jernih kita rasanya ikut terimbas bahagia. Kata-kata yang disampaikan dengan senyuman yang tulus, rasanya lebih enak didengar daripada dengan wajah bengis dan ketus. Senyuman menambah manisnya wajah walaupun berkulit sangat gelap dan tua keriput. Yang menjadi pertanyaan, apakah kita termasuk orang yang senang tersenyum untuk orang lain? Mengapa kita berat untuk tersenyum, bahkan dengan orang yang terdekat sekalipun. Padahal Rasulullah yang mulia tidaklah berjumpa dengan orang lain kecuali dalam keadaan wajah yang jernih dan senyum yang tulus. Mengapa kita begitu enggan tersenyum? Kepada orang tua, guru, dan orang-orang yang berada di sekitar kita?

S yang kedua adalah salam. Ketika orang mengucapkan salam kepada kita dengan keikhlasan, rasanya suasana menjadi cair, tiba-tiba kita merasa bersaudara. Kita dengan terburu-buru ingin menjawabnya, di situ ada nuansa tersendiri. Pertanyaannya, mengapa kita begitu enggan untuk lebih dulu mengucapkan salam? Padahal tidak ada resiko apapun. Kita tahu di zaman Rasulullah ada seorang sahabat yang pergi ke pasar, khusus untuk menebarkan salam. Negara kita mayoritas umat Islam, tetapi mengapa kita untuk mendahului mengucapkan salam begitu enggan? Adakah yang salah dalam diri kita?

S ketiga adalah sapa. Mari kita teliti diri kita kalau kita disapa dengan ramah oleh orang lain rasanya suasana jadi akrab dan hangat. Tetapi kalau kita lihat di mesjid, meski duduk seorang jamaah di sebelah kita, toh nyaris kita jarang menyapanya, padahal sama-sama muslim, sama-sama shalat, satu shaf, bahkan berdampingan. Mengapa kita enggan menyapa? Mengapa harus ketus dan keras? Tidakkah kita bisa menyapa getaran kemuliaan yang hadir bersamaan dengan sapaan kita?

S keempat, sopan. Kita selalu terpana dengan orang yang sopan ketika duduk, ketika lewat di depan orang tua. Kita pun menghormatinya. Pertanyaannya, apakah kita termasuk orang yang sopan ketika duduk, berbicara, dan berinteraksi dengan orang-orang yang lebih tua? Sering kita tidak mengukur tingkat kesopanan kita, bahkan kita sering mengorbankannya hanya karena pegal kaki, dengan bersolonjor misalnya. Lalu, kita relakan orang yang di depan kita teremehkan. Patut kiranya kita bertanya pada diri kita, apakah kita orang yang memiliki etika kesopanan atau tidak.

S kelima, santun. Kita pun berdecak kagum melihat orang yang mendahulukan kepentingan orang lain di angkutan umum, di jalanan, atau sedang dalam antrean, demi kebaikan orang lain. Memang orang mengalah memberikan haknya untuk kepentingan orang lain, untuk kebaikan. Ini adalah sebuah pesan tersendiri. Pertanyaannya adalah, sampai sejauh mana kesantunan yang kita miliki? Sejauh mana hak kita telah dinikmati oleh orang lain dan untuk itu kita turut berbahagia? Sejauh mana kelapangdadaan diri kita, sifat pemaaf ataupun kesungguhan kita untuk membalas kebaikan orang yang kurang baik?

Saudara-saudaraku, Islam sudah banyak disampaikan oleh aneka teori dan dalil. Begitu agung dan indah. Yang dibutuhkan sekarang adalah, mana pribadi-pribadi yang indah dan agung itu? Yuk, kita jadikan diri kita sebagai bukti keindahan Islam, walau secara sederhana. Amboi, alangkah indahnya wajah yang jernih, ceria, senyum yang tulus dan ikhlas, membahagiakan siapapun. Betapa nyamannya suasana saat salam hangat ditebar, saling mendo’akan, menyapa dengan ramah, lembut, dan penuh perhatian. Alangkah agungnya pribadi kita, jika penampilan kita selalu sopan dengan siapapun dan dalam kondisi bagaimana pun. Betapa nikmatnya dipandang, jika pribadi kita santun, mau mendahulukan orang lain, rela mengalah dan memberikan haknya, lapang dada,, pemaaf yang tulus, dan ingin membalas keburukan dengan kebaikan serta kemuliaan.

Saudaraku, Insya Allah. Andai diri kita sudah berjuang untuk berperilaku lima S ini, semoga kita termasuk dalam golongan mujahidin dan mujahidah yang akan mengobarkan kemuliaan Islam sebagaimana dicita-citakan Rasulullah SAW, Innama buitsu liutammima makarimal akhlak, “Sesungguhnya aku diutus ke bumi ini untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.***

Getaran Allah di Padang Arafah


Saudaraku para tamu Allah dan juga saudaraku di Tanah Air yang kali ini atas izin Allah bisa merasakan getaran orang - orang yang bersyukur di Tanah Arafah. Inilah saat yang paling dirindukan oleh orang - orang yang beriman, saat diundang ke tanah dimana Allah menghadapkan hamba-hamba-Nya kepada para malaikat di hari Arafah.

Pada saat inilah Allah menjanjikan pembebasan api jahannam sebanyak-banyak hamba-hamba-Nya. Dan pada hari ini Allah juga menjanjikan diampuni lumuran dosa-dosa, dihapus aib-aib yang menyelimuti, kerak-kerak kenistaan disingkirkan, dibukanya lembaran-lembaran baru yang putih bersih.

Saudaraku para tamu Allah.

Begitu banyak orang yang bertawakkal dan bersimpuh di hadapan Allah. Di seluruh pelosok negeri. Mungkin di pedesaan, di lereng-lereng, maupun di persawahan. Mereka ini mungkin siang malam bersandar kepada Allah. Mereka tiada henti memuja Allah. Bahkan mungkin bisa jadi kedudukan mereka lebih tinggi di sisi Allah dibanding kita yang sehari-hari melumuri diri dengan dosa, lebih banyak dipakai memuaskan diri kita dibanding memuaskan perintah allah. Tapi sampai sekarang mereka belum pernah merasakan nikmatnya jamuan Allah di Arafah ini.

Inilah saatnya kita harus merasa malu. Karena, lebih banyak orang yang berhak wukuf di Arafah ini dibanding kita. Kita lihat orang dikeningnya berbekas dengan bekas sujud hanya bisa menangis sepanjang hayatnya untuk bisa dijamu oleh Allah di Padang Arafah ini. Tapi, kapan kita melakukan seperti itu ?

Karena itu, saudaraku yang hadir di bumi Arafah ini, hari ini adalah hari buat kita untuk bersyukur. Bisa jadi kita hadir di tempat ini bukan karena kesalehan kita. Kehadiran kita di sini mungkin karena ridho Allah atas orang-orang yang kita sakiti yang mereka balas sakit hatinya dengan doa kemuliaan bagi kita.

Mungkin kita berada di tempat ini berkat doa fakir miskin yang kita lempar dengan uang seratus rupiah tapi mereka menerimanya dengan ridla dan memohon kepada Allah agar mengampuni kita. Mungkin kita berada di tempat ini berkat doa para pembantu yang tidak pernah kita hargai jasa baiknya tetapi mereka sabar bangun malam dan meminta kita diberi hidayah. Mungkin kita berada di tempat ini karena doa orang tua kita yang tiada henti-hentinya agar memiliki anak yang shaleh dan shalehah, padahal begitu sering kita melukai hatinya. Atau mungkin kita berada di tempat ini karena doa anak-anak kita yang sering dikecewakan dengan contoh buruk yang kita lakukan sehingga mereka meminta kepada Allah agar memiliki orang tua yang shaleh dan shalehah.

Tentunya tiada kebaikan yang mengantar kita ke tempat ini selain kemurahan Allah Yang Maha Agung. Kita berutang banyak saudara-saudaraku sekalian.

Baiklah saudara-saudaraku sekalian.

Tidak ada jalan bagi kita untuk menjadi sombong dan takabur dengan jamuan Allah di Arafah ini, kecuali kita harus malu dan jujur kepada diri sendiri. Harta yang Allah titipkan kepada kita, tak jarang kita nafkahkan sekadar sisa dari uang jajan kita. Zakat enggan kita bayarkan. Sedekah bagi orang yang paling lusuh dengan cara yang paling memalukan. Bahkan kita lebih suka membelikan barang-barang yang mahal untuk kita pamerkan kepada makhluk daripada menafkahkan harta di jalan Allah untuk bekal kepulangan kita.

Lalu lihatkan bagaimana kita bersujud kepada Allah. Dari 24 jam satu hari Allah memberikan waktu kepada kita, sujud sering kita percepat. Bahkan kalau perlu hampir tidak pernah ingat kepada Allah Yang Maha Agung. Dimanakah letak amal baik kita ? Nikmat dari Allah tiada henti dan tiada putus. Sedangkan pengkhianatan kita tiada henti dan tiada terputus. Entah mengapa Allah memberikan kesempatan kita berad di tanah Arafah ini ? Rasanya lebih banyak orang yang lebih layak untuk dimuliakan Allah saat ini.

Saudara-saudaraku sekalian.

Hari ini Allah menurunkan para malaikat di sekitar kita. Sebagian para malaikat sudah menyaksikan aib-aib yang ada pada diri kita. Sebagian para malaikat yang lain tahu secara persis siapa diri kita, ada yang mencatat kata-kata kita yang begitu jarang menyebut nama Allah. Lalu mereka tahu betapa banyak orang yang terluka hatinya, tercabik-cabik perasaannya. Allah Maha Tahu fitnah yang tersebar karena lisan kita selama ini, berapa banyak orang terjerumus ke dalam maksiat karena kita yang menunjukkannya. Diantara malaikat yang hadir saat ini ada yang menyaksikan kita mendekati zina dengan mata kita, dengan lisan kita, karena tiada yang tersembunyi bagi Allah.

Sesungguhnya hari ini adalah hari yang paling malu bagi kita. orang yang busuk seperti kita ini diberi kesempatan di tempat yang mulia, bahkan amal-amal yang paling tidak disukai Allah kita pun sering melakukannya. Kesombongan, ketakaburan adalah amal yang membuat iblis dilaknat oleh Allah selamanya. Tidak akan pernah selamat masuk syurga bagi orang yang di dalam hatinya ada takabur walau sebesar biji zarrah.

Lihatlah apa yang Allah titipkan bagi jalan kesombongan bagi kita. Otak dicerdaskan sedikit oleh Allah. Kita diberi kesempatan sekolah, kesempatan kuliah. Namun malah membuat kita petantang-petenteng menganggap remeh orang tua kita yang pendidikannya tidak setinggi kita.

Padahal demi Allah saudara-saudaraku, otak ini adalah milik Allah. Jikalau Allah mengambil beberapa bagian saja, niscaya kita tidak bisa mengingat apapun. Sungguh ! Gelar, pangkat adalah lambang kebodohan bagi orang-orang yang takabur. Malu kita mengapa diberi otak yang sulit mengenal Allah. Padahal otak kita ini tunduk mengejar keagungan Allah.

Kita diberikan harta yang cukup. Tapi kita sering tidak mempedulikan darimana harta itu kita dapatkan. Yang haram kita ambil, hak orang lain kita tahan. Zakat lupa kita bayarkan. Kita lumuri diri kita dengan kenistaan. Naudzubillaahi min dzalik. Tapi kita bangga dengan kendaraan yang mewah, dengan rumah yang megah, dengan perhiasan. Padahal, sungguh semua itu adalah sekadar titipan Allah, yang Allah juga berikan kepada makhluk-makhluk nista lainnya. Para penjahat, para pelacur, pezina, orang-orang yang durjana diberi dunia oleh Allah. Karena dunia bukan tanda kemuliaan bagi seseorang. Dunia adalah fitnah, cobaan bagi manusia. Sungguh malang bagi orang yang takabur dengan tempelan duniawi, padahal Allah menghinakan seseorang dengan duniawi itu sendiri.

Saudara-saudaraku sekalian.

Waspadalah sepulang dari tempat ini. Haji yang mabrur adalah haji yang merasa malu kepada Allah. Allah memberikan nikmat tiada henti. Kita jarang mensyukurinya bahkan kita mengkhianatinya. Allah Yang Maha Agung, Allah Yang Maha Perkasa, memberikan kesempatan kali ini kepada kita untuk mengubah sisa umur kita.

Mungkin, mungkin kali ini adalah yang terakhir kali kita berada di tanah Arafah ini. Tidak ada jaminan kita tahun depan dapat bertemu kembali di tempat ini. Tanah yang kita duduki ini akan menjadi saksi di akhirat nanti.

Kita berangkat mengeluarkan harta, waktu, tenaga. Kita lalui jalan berjam-jam sampai tempat ini, tapi nikmat sekali. Itulah nikmat yang datang dari Allah.

Nikmat adalah pengorbanan. Rasulullah Saw mulia bukan karena apa yang dimilikinya, tapi pengorbanan untuk ummat. Harta yang dikorbankan, tenaga yang dikorbankan, waktu yang dikorbankan, perhatian yang dikorbankan, demi kemaslahatan ummat.

Sepulang dari sini tidak pernah akan bahagia kecuali orang yang paling menikmati berkorban untuk orang lain. Yakinkanlah bahwa apapun yang kita miliki agar bermanfaat sebanyak-banyaknya bagi hamba Allah. Sebaik-baik manusia adalah orang yang banyak manfaatnya.

Saudaraku, Percayalah bahwa kita tidak akan bahagia dengan mengumpulkan uang. Justru kebahagiaan datang dengan menafkahkan uang. Kita tidak bahagia dengan ingin ditolong orang lain. Kita bahagia justru dengan menolong orang lain. Kebahagiaan hati kita dengan menghargai orang lain. Jadikanlah diri kita menjadi orang yang tidak pernah berharap apapun selain dari Allah. Itulah kebahagiaan yang awal dari pelajaran kita.

Yang kedua, ingatlah baik-baik. Kain ihram yang kita pakai ini ternyata inilah yang menemani kita saat pulang nanti, tidaklah harta, tidak pangkat, dan juga tidak jabatan. Semua itu adalah topeng sejenak saja yang tidak berharga sama sekali, kecuali penyandangnya memiliki rasa syukur dan takwa kepada Allah.

Saudaraku, sepulang dari tempat ini pastikan jangan sembunyi di balik jabatan. Jangan sembunyi di balik penampilan yang bagus. Jangan bersembunyi di balik rumah yang megah. Jangan bersembunyi di balik gelar yang berenteng. Tapi bersembunyilah di balik Allah.

Harta, pangkat dan jabatan tidaklah berharga kecuali orang bertaqwa kepada-Nya. Sekuat-kuatnya jangan ubah yang Allah titpkan ini menjadi jalan kesombongan kita. Tiada yang dimuliakan oleh Allah. Tiada satupun yang diangkat derajatnya oleh Allah, kecuali orang yang tawadhu. Tiada seorangpun yang tawadhu diantara kamu, semata-mata karena Allah, kecuali Allah akan meninggikan derajatnya.

Oleh karena itu, sepulang dari sini pastikanlah menjadi orang yang paling rendah hati, yang tidak akan memamerkan topeng seperti ini, kecuali insya Allah, kemuliaan akhlak yang menjadi andalan bekal kepulangan dan kemuliaannya.

Dan yang ketiga, saudaraku sekalian, sepulang dari haji ini ingatlah baik-baik bahwa Alah menciptakan haji dengan pertemuan dari segala bangssa. Kulit hitam, mata sipit, yang tingi, yang buruk, yang cacat ; mereka semua adalah saudara kita. Terkadang kita merasa saudara karena darah, persaudaraan karena tempat, persaudaaraan karena bangsa, tapi kita lihat di sini, saudara kita begitu bnayak. Pepatah mengatakan satu musuh sudah mempersempit kehidupan kita, tapi memperbanyak teman tidak akan pernah cukup, sebab memperbanyak teman adalah memperbanyak saudara. Sesungguhnya orang yang beriman itu bersaudara.

Orang-orang yang merasakan banyak saudara hidupnaya akan lebih ringan. Kita berbelanja dengan harga yang mahal, kita bersyukur karena bisa menafkahi, pedagang yang masih saudara kita sendiri.

Kita naik kendaraan umum dengan membayar kelebihan kita bahagia karena sudah memberikan bekal bagi para keluarga keturunan para sopir saudara kita sendiri. Kita mendidik orang sehingga maju, namun tidak berterima kasih tidak apa-apa, karena mereka adalah saudara kita sendiri. Semakin banyak yang kita bantu, Insya Allah semakin berbahagia dan ringan hidup kita ini.

Dan yang terakhir ingatlah baik-baik.

Hari ini adalah penutup lembaran lama kita. Sudah terlaalu lama kita gunakan untuk mengkhianati Allah. Sudah terlalu banyak nafas kita diisi lalai kepada Allah. Sudah terlalu banyak keringat kita untuk mendzolimi kebenaran. Sudah terlalu banyak harta yang kita nafkahkan kita tidak di jalan Allah.

Saudaraku sekalian, mau kemana lagi, hidup hanya satu kali dan sebentar. esok lusa mungkin malaikat maut sudah berada di hadapan kita. Pastikan mulai saat ini, tekadkan dalam hati kita Insya Allah tiada tujuan dalam hidup kami selain Engkau. Tiada yang kami tuju selain pulang kepad-Mu, Ya Allah. Dunia pasti kita tinggalkan, harta kami tinggalkan, keluarga kami tinggalkan, kami ingin bisa berjumpa denganmu Ya Allah. Tuntun dengan amal yang bisa membuat berjumpa dengan-Mu. Tingkatkan kepada kami segala bekal yang bisa membuat kami berjumpa dengan-Mu, Ya Allah karuniakan segala nimat yang bisa membuat kami bisa mensyukuri, agar kami bisa berjumpa dengan--Mu, bebaskan kami dari setiap harta dan kesibukan apapun yang tidak bisa membuat kami berjumpa dengan-Mu. Barangsiapa yang merindukan berjumpa dengan Allah, niscaya hari-hari yang dia nanti adalah hari-hari pertemuan dengan Allah. Hari-hari yang diisi dengan bekal; untuk pulang hidup di dunia adalah kesenangan yang menipu sejenak saja.

Asyiknya Jadi Pengemban Dakwah

Jadi pengemban dakwah? Hmm… di mata remaja, sepertinya ‘jabatan' ini kalah menarik dibanding kontes menjadi bintang yang kian menjamur. Meski kagak pake audisi atau ekstradisi yang bikin sensasi, tetep aja remaja yang terjun ke dunia dakwah bisa dihitung pake jari. Padahal untuk jadi pengemban dakwah, nggak kudu bisa nyanyi, nari, atau akting. Cukup bermodalkan keimanan, ilmu, dan kemauan. Sayangnya, justru tiga faktor itu yang lumayan langka ditemuin pada mayoritas remaja yang kian terhipnotis gaya hidup hedonis. Gaswat!

Kalo kita sempet nanya kenapa seseorang nggak atau belum mau ikut berdakwah, pasti mereka segera ngeluarin kunci gembok buat bongkar gudang alasannya. Soalnya mereka juga ngerti kalo dakwah itu wajib. Cuma masalahnya, banyak orang yang ngerasa belon siap ngadepin risiko dakwah. Emang apa sih risiko dakwah?

Itu lho, gosipnya ada anak yang berselisih ama bokapnya karena ngritik sistem demokrasi. Dijauhin temen lantaran cerewet ngingetin untuk nutup aurat, nggak pacaran, atau antitawuran. Tereliminasi dari kantor saat bawa-bawa aturan Islam ke alam kapitalis di dunia kerja. Diancam skorsing dari sekolah ketika ngotot pengen pake seragam yang nyar'i. Dicemberutin tetangga coz nggak ikut berpartisipasi dalam pilpres alias “memilih untuk tidak memilih” (bahasa kerennya golput). Atau malah berhadapan dengan aparat keamanan karena dituding terlibat aksi pemboman. Waduh!

Kebayang kan, kalo berita duka seputar lika-liku aktivis dakwah kayak di atas lebih populer dibanding ridho Allah yang menyertai kegiatan dakwah. Udah pasti bayangan rasa takut bin cemas selalu menghantui pas lagi mujur ada kesempatan untuk berdakwah. Jangankan jadi pengemban dakwah, sekadar menyuarakan Islam aja mungkin malu. Repot juga kalo kayak gini.

Disayang Allah, lho…

Bener sobat. Kita sekadar ngingetin aja, kalo jadi pengemban dakwah udah pasti disayang Allah. Allah swt. berfirman:

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru manusia menuju Allah?” (QS Fushhilat [41]: 33)

Menurut Imam al-Hasan, ayat di atas berlaku umum buat siapa aja yang menyeru manusia ke jalan Allah (al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi ). Mereka, menurut Imam Hasan al-Bashri, adalah kekasih Allah, wali Allah, dan pilihan Allah. Mereka adalah penduduk bumi yang paling dicintai Allah karena dakwah yang diserukannya. Bener kan?

Selain itu, pujian bagi para pengemban dakwah senantiasa disampaikan Rasulullah untuk mengobarkan semangat para shahabat dan umatnya. Seperti dituturkan Abu Hurairah: “Siapa saja yang menyeru manusia pada hidayah, maka ia mendapatkan pahala sebesar yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi sedikit pun pahala mereka.” ( HR Muslim )

Nggak heran dong kalo para shahabat Rasulullah begitu gigih bin pantang menyerah dalam berdakwah. Sebagian besar waktu, tenaga, pikiran, harta-benda, keluarga bahkan nyawa pun rela mereka korbankan untuk dapetin pahala Allah yang melimpah dalam aktivitas dakwah. Kalo nggak begitu, mana mungkin nenek moyang kita dan juga kita mengenal Islam dan menjadi penganutnya. Bener nggak seh?

Dan kita pun bisa seperti para shahabat. Walau nggak hidup di zaman Rasulullah, tapi warisan beliau yang berupa al-Quran dan as-Sunnah tetep eksis sampe sekarang dan terjaga kemurniannya. Tinggal kemauan kita aja untuk serius mempelajari, memahami, meyakini, dan mengamalkan warisan itu. Mau dong? Heu'euh!

Nilai plus lainnya

Bay de wey sobat, ternyata aktivitas dakwah nggak cuma berlimpah pahala. Dari sisi psikologis, aktivitas dakwah sangat membantu remaja untuk mengenali diri dan masa depannya. Asli!

Menurut Maurice J. Elias, dkk dalam bukunya berjudul “ Cara-cara Efektif Mengasuh EQ Remaja ”, ada beberapa hal yang dibutuhkan remaja untuk jalanin tugas di atas.

Pertama , hubungan spiritualitas . Ketika menginjak masa remaja, normalnya kita mulai berpikir tentang makna dan tujuan hidup yang sangat erat kaitannya dengan agama. Karena hal ini bakal membimbing kita dalam jalani hidup dan membingkai masa depan.

Ketika terjun ke dunia dakwah, seorang remaja muslim akan menemukan arti dan tujuan hidup yang hakiki. Dia diciptakan oleh Allah Swt. untuk beribadah sepanjang hayat dikandung badan. Untuk itu, Allah menurunkan aturan hidup yang lengkap en sempurna tanpa cacat cela bagi manusia. Agar manusia bisa beribadah nggak cuma di masjid atau majelis ta'lim. Tapi di mana saja, kapan saja selama terikat dengan aturan Allah. Selain itu, dengan pemahaman ini remaja akan termotivasi dan terarah dalam membingkai masa depan ideal dunia akhirat sesuai identitas kemuslimannya.

Kedua , penghargaan . Setiap remaja kayak kita-kita pasti membutuhkan hal ini untuk mengembangkan potensi dan kemampuan diri. Aktivitas dakwah akan menyalurkan secara positif bakat dan potensi yang kita miliki untuk kebangkitan Islam dan kaum Muslimin di seluruh dunia. Hebatnya, insya Allah kita bakal dapetin juga penghargaan atas prestasi itu langsung dari Allah swt. Hmm… yummy!

Ketiga , rasa memiliki . Remaja seusia kita sering termotivasi untuk bergabung dalam kelompok yang memiliki dan dimiliki kita. Karena di sana kita bisa belajar banyak hal, tambahan informasi, konsultasi gratis, merasa aman, nyaman, dan diterima. Tempat yang tepat jika kita ikut dalam komunitas dakwah. Rasa kebersamaan, sikap empati, simpati, dan pertolongan tanpa pamrih antar individu dalam komunitas ini, lahir dari keimanan. Itu berarti nggak mudah luntur karena perbedaan status sosial atau pendidikan.

Keempat , kecakapan dan kepercayaan diri . Remaja seumuran kita sering terlihat pengen diakui kalo doi cakap alias mampu dan percaya diri untuk jalanin hidup mandiri. Mampu menentukan pilihan atau mengatasi masalah tanpa bergantung kepada orang lain.

Dalam lingkungan dakwah, kita bakal dilatih untuk berpikir panjang merunut setiap permasalahan dan mencari pemecahannya sesuai aturan Islam yang pasti mendatangkan maslahat. Ketegasan sikap kita bisa lahir dari kemandirian yang ditopang oleh pemahaman Islam. Kita juga dilatih untuk mengambil hikmah dalam setiap musibah atau kegagalan yang menimpa kita semua. Karena kita-kita paham, apa pun yang menimpa diri kita, itu adalah jalan terbaik yang Allah berikan. Jadi nggak ada kamus stres bin uring-uringan pas ngadepin masalah bagi para pengemban dakwah. Tetep semangat. Catet tuh!

Kelima , konstribusi . Merasa ngasih kontribusi alias ikut berperan serta, nggak egois bin individualis, atau sikap dermawan sangat penting buat perkembangan identitas yang sehat pada remaja seusia kita. Dengan begini kita-kita bakal terlatih untuk peduli dan peka terhadap permasalahan di sekitar kita. Sehingga kita termotivasi untuk mengembangkan kemampuan diri biar bisa ikut beresin masalah itu.

Dan semua perasaan di atas pasti bakal didapetin kita-kita dalam aktivitas dakwah. Selain bernilai pahala, kita bakal ngerti kalo masalah dunia atau masyarakat juga masalah kita. Kita juga wajib ngerasa bertanggung jawab dengan akibat dan penyebab masalah itu. Karena kita bakal kecipratan dampak buruk masalah itu kalo dibiarin. Betul?

Nah sobat, ternyata nggak ada ruginya kan terjun ke dunia dakwah. Dilihat dari sisi mana aja, jadi pengemban dakwah pasti berlimpah berkah. Masa nggak kepengen?

Nikmati risiko dakwah

Risiko dakwah mah udah sunntatullah atuh alias wajar terjadi. Bayangin aja, yang kita dakwahkan ajaran Islam. Sementara obyek dakwah kita yang di rumah, sekolah, kampus, atau tempat kerja semuanya udah kadung diselimuti aturan sekuler yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam. Otomatis dakwah kita nggak akan berjalan semulus di jalan tol.

Makanya kita nggak usah bermimpi kalo dakwah itu tanpa rintangan. Justru kita kudu siapkan nyali untuk hadapi risiko dalam dakwah demi meraih ridho Allah. Kita bisa contoh 75 orang muslim dari suku Khajraj saat terjadi peristiwa Bai'atul Aqabah kedua. Saat itu salah seorang paman Nabi yang melindungi dakwah beliau meski bukan muslim, bernama ‘Abbas bin Ubadah, mengingatkan kaum muslim dari Khajraj itu akan risiko dakwah yang akan dihadapi jika tetap membai'at Nabi.

Kaum itu pun menjawab, “Sesungguhnya kami akan mengambilnya (membai'at Nabi saw) meski dengan risiko musnahnya harta benda dan terbunuhnya banyak tokoh.” Kemudian mereka berpaling pada Rasulullah dan berkata, “Wahai Rasulullah, jika kami memenuhi (seruan)mu, maka apa balasannya bagi kami?” “Surga”, jawab beliau dengan tenang. ( Negara Islam , Taqqiyuddin an-Nabhani)

Nah sobat, ternyata risiko dalam dakwah adalah jalan menuju surga Allah yang selama ini kita rindukan. Seberat apapun jalan itu, kita hanya perlu bersabar dan tetep istiqomah. Abu Dawud telah meriwayatkan sebuah hadis dengan sanad hasan: “Setelah engkau akan datang masa kesabaran. Sabar pada masa itu seperti menggenggam bara api. Orang-orang yang bersabar akan mendapatkan pahala sebagaimana lima puluh orang laki-laki yang mengerjakan perbuatan tersebut. Para shahabat bertanya , “Wahai Rasulullah, apakah pahala lima puluh (laki-laki) di antara mereka?” Rasul menjawab , “Bukan, tetapi pahala lima puluh orang laki-laki di antara kalian”

Kita juga nggak punya alasan untuk berdiam diri membiarkan kemaksiatan merajalela karena khawatir akan dekatnya ajal, seretnya rizki, atau jauhnya jodoh. Soalnya kan yang ngasih rizki adalah Allah. Yang nentuin jodoh kita Allah. Yang nyuruh Malaikat Ijrail nyabut nyawa kita juga Allah. Bukannya semua urusan hidup kita akan terasa mudah kalo kita disayang ama Allah dengan ngikutin perintahNya seperti aktif dalam dakwah?

Pengemban dakwah Islam ideologis

Satu hal lagi yang kita nggak boleh lupa. Bagusnya kita nggak merasa cukup dengan mendakwahkan Islam cuma sebagian. Seolah perbaikan moral atau peningkatan akhlak individu masyarakat menjadi solusi pamungkas dalam setiap permasalahan. Padahal syariat Islam itu begitu luas mencakup solusi dalam permasalahan pemerintahan, ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan, dll.

Karena itu kita wajib memahami dan mendakwahkan Islam sebagai Nidzhomul hayah alias aturan hidup yang nggak cuma ngatur ibadah atau akhlak semata. Islam yang memiliki peran sebagai qaidah fikriyah (landasan berpikir) dan qiyadah fikriyah (kepemimpinan berpikir). Sebagai qaidah fikriyah , Islam akan menjadi filter alias saringan sekaligus tameng menghadapi serangan pemikiran dan budaya Barat sekuler. Dan sebagai qiyadah fikriyah , Islam akan membimbing kita dalam menyelesaikan dan mencegah terulangnya setiap masalah hidup yang mampir ke kita dengan tuntas dan berpahala.

Sobat muda muslim, kalo kamu punya nyali, mari kita libatkan diri kita untuk memperkuat barisan perjuangan menegakkan hukum-hukum Allah di muka bumi. Jangan sampe jalan menuju surga dalam aktivitas dakwah, kita pandang sebelah mata. Ntar nyesel lho. Berani? Pasti dong!

Kamis, 19 Juni 2008

Belajar Dari Wajah


Menarik sekali jikalau kita terus menerus belajar tentang fenomena apapun yang terjadi dalam hiruk-pikuk kehidupan ini. Tidak ada salahnya kalau kita buat semacam target. Misalnya : hari ini kita belajar tentang wajah. Wajah? Ya, wajah. Karena masalah wajah bukan hanya masalah bentuknya, tapi yang utama adalah pancaran yang tersemburat dari si pemilik wajah tersebut.

Ketika pagi menyingsing, misalnya, tekadkan dalam diri : "Saya ingin tahu wajah yang paling menenteramkan hati itu seperti apa? Wajah yang paling menggelisahkan itu seperti bagaimana?" karena pastilah hari ini kita akan banyak bertemu dengan wajah orang per orang. Ya, karena setiap orang pastilah punya wajah. Wajah irtri, suami, anak, tetangga, teman sekantor, orang di perjalanan, dan lain sebagainya. Nah, ketika kita berjumpa dengan siapapun hari ini, marilah kita belajar ilmu tentang wajah.

Subhanallaah, pastilah kita akan bertemu dengan beraneka macam bentuk wajah. Dan, tiap wajah ternyata dampaknya berbeda-beda kepada kita. Ada yang menenteramkan, ada yang menyejukkan, ada yang menggelikan, ada yang menggelisahkan, dan ada pula yang menakutkan. Lho, kok menakutkan? Kenapa? Apa yang menakutkan karena bentuk hidungnya? Tentu saja tidak! Sebab ada yang hidungnya mungil tapi menenteramkan. Ada yang sorot matanya tajam menghunjam, tapi menyejukkan. Ada yang kulitnya hitam, tapi penuh wibawa.

Pernah suatu ketika berjumpa dengan seorang ulama dari Afrika di Masjidil Haram, subhanallaah, walaupun kulitnya tidak putih, tidak kuning, tetapi ketika memandang wajahnya... sejuk sekali! Senyumnya begitu tulus meresap ke relung qolbu yang paling dalam. Sungguh bagai disiram air sejuk menyegarkan di pagi hari. Ada pula seorang ulama yang tubuhnya mungil, dan diberi karunia kelumpuhan sejak kecil. Namanya Syekh Ahmad Yassin, pemimpin spiritual gerakan Intifadah, Palestina. Ia tidak punya daya, duduknya saja di atas kursi roda. Hanya kepalanya saja yang bergerak. Tapi, saat menatap wajahnya, terpancar kesejukan yang luar biasa. Padahal, beliau jauh dari ketampanan wajah sebagaimana yang dianggap rupawan dalam versi manusia. Tapi, ternyata dibalik kelumpuhannya itu beliau memendam ketenteraman batin yang begitu dahsyat, tergambar saat kita memandang sejuknya pancaran rona wajahnya.

Nah, saudaraku, kalau hari ini kita berhasil menemukan struktur wajah seseorang yang menenteramkan, maka caru tahulah kenapa dia sampai memiliki wajah yang menenteramkan seperti itu. Tentulah, benar-benar kita akan menaruh hormat. Betapa senyumannya yang tulus; pancaran wajahnya, nampak ingin sekali ia membahagiakan siapapun yang menatapnya. Dan sebaliknya, bagaimana kalau kita menatap wajah lain dengan sifat yang berlawanan; (maaf, bukan bermaksud meremehkan) ada pula yang wajahnya bengis, struktur katanya ketus, sorot matanya kejam, senyumannya sinis, dan sikapnya pun tidak ramah. Begitulah, wajah-wajah dari saudara-saudara kita yang lain, yang belum mendapat ilmu; bengis dan ketus. Dan ini pun perlu kita pelajari.

Ambillah kelebihan dari wajah yang menenteramkan, yang menyejukkan tadi menjadi bagian dari wajah kita, dan buang jauh-jauh raut wajah yang tidak ramah, tidak menenteramkan, dan yang tidak menyejukkan.

Tidak ada salahnya jika kita evalusi diri di depan cermin. Tanyalah; raut seperti apakah yang ada di wajah kita ini? Memang ada diantara hamba-hamba Allah yang bibirnya di desain agak berat ke bawah. Kadang-kadang menyangkanya dia kurang senyum, sinis, atau kurang ramah. Subhanallaah, bentuk seperti ini pun karunia Allah yang patut disyukuri dan bisa jadi ladang amal bagi siapapun yang memilikinya untuk berusaha senyum ramah lebih maksimal lagi.

Sedangkan bagi wajah yang untuk seulas senyum itu sudah ada, maka tinggal meningkatkan lagi kualitas senyum tersebut, yaitu untuk lebih ikhlas lagi. Karena senyum di wajah, bukan hanya persoalan menyangkut ujung bibir saja, tapi yang utama adalah, ingin tidak kita membahagiakan orang lain? Ingin tidak kita membuat di sekitar kita tercahayai? Nabi Muhammad SAW, memberikan perhatian yang luar biasa kepada setiap orang yang bertemu dengan beliau sehingga orang itu merasa puas. Kenapa puas? Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW – bila ada orang yang menyapanya – menganggap orang tersebut adalah orang yang paling utama di hadapan beliau. Sesuai kadar kemampuannya.

Walhasil, ketika Nabi SAW berbincang dengan siapapun, maka orang yang diajak berbincang ini senantiasa menjadi curahan perhatian. Tak heran bila cara memandang, cara bersikap, ternyata menjadi atribut kemuliaan yang beliau contohkan. Dan itu ternyata berpengaruh besar terhadap sikap dan perasaan orang yang diajak bicara.

Adapun kemuramdurjaan, ketidakenakkan, kegelisahan itu muncul ternyata diantara akibta kita belum menganggap orang yang ada dihadapan kita orang yang paling utama. Makanya, terkadang kita melihat seseorang itu hanya separuh mata, berbicara hanya separuh perhatian. Misalnya, ketika ada seseorang yang datang menghampiri, kita sapa orang itu sambil baca koran. Padahal, kalau kita sudah tidak mengutamakan orang lain, maka curahan kata-kata, cara memandang, cara bersikap, itu tidak akan punya daya sentuh. Tidak punya daya pancar yang kuat.

Orang karena itu, marilah kita berlatih diri meneliti wajah, tentu saja bukan maksud untuk meremehkan. Tapi, mengambil tauladan wajah yang baik, menghindari yang tidak baiknya, dan cari kuncinya kenapa sampai seperti itu? Lalu praktekkan dalam perilaku kita sehari-hari. Selain itu belajarlah untuk mengutamakan orang lain!

Mudah-mudahan kita dapat mengutamakan orang lain di hadapan kita, walaupun hanya beberapa menit, walaupun hanya beberapa detik, subhanallaah.***

Amal yang Tetap Bermakna


Berhati-hatilah bagi orang-orang yang ibadahnya temporal, karena bisa jadi perbuatan tersebut merupakan tanda-tanda keikhlasannya belum sempurna. Karena aktivitas ibadah yang dilakukan secara temporal tiada lain, ukurannya adalah urusan duniawi. Ia hanya akan dilakukan kalau sedang butuh, sedang dilanda musibah, atau sedang disempitkan oleh ujian dan kesusahan, meningkatlah amal ibadahnya. Tidak demikian halnya ketika pertolongan ALLOH datang, kemudahan menghampiri, kesenangan berdatangan, justru kemampuannya bersenang-senangnya bersama ALLOH malah menghilang.

Bagi yang amalnya temporal, ketika menjelang pernikahan tiba-tiba saja ibadahnya jadi meningkat, shalat wajib tepat waktu, tahajud nampak khusu, tapi anehnya ketika sudah menikah, jangankan tahajud, shalat subuh pun terlambat. Ini perbuatan yang memalukan. Sudah diberi kesenangan, justru malah melalaikan perintah-Nya. Harusnya sesudah menikah berusaha lebih gigih lagi dalam ber-taqarrub kepada ALLOH sebagai bentuk ungkapan rasa syukur.

Ketika berwudhu, misalnya, ternyata disamping ada seorang ulama yang cukup terkenal dan disegani, wudhu kita pun secara sadar atau tidak tiba-tiba dibagus-baguskan. Lain lagi ketika tidak ada siapa pun yang melihat, wudhu kitapun kembali dilakukan dengan seadanya dan lebih dipercepat.

Atau ketika menjadi imam shalat, bacaan Quran kita kadangkala digetar-getarkan atau disedih-sedihkan agar orang lain ikut sedih. Tapi sebaliknya ketika shalat sendiri, shalat kita menjadi kilat, padat, dan cepat. Kalau shalat sendirian dia begitu gesit, tapi kalau ada orang lain jadi kelihatan lebih bagus. Hati-hatilah bisa jadi ada sesuatu dibalik ketidakikhlasan ibadah-ibadah kita ini. Karenanya kalau melihat amal-amal yang kita lakukan jadi melemah kualitas dan kuantitasnya ketika diberi kesenangan, maka itulah tanda bahwa kita kurang ikhlas dalam beramal.

Hal ini berbeda dengan hamba-hamba-Nya yang telah menggapai maqam ikhlas, maqam dimana seorang hamba mampu beribadah secara istiqamah dan terus-menerus berkesinambungan. Ketika diberi kesusahan, dia akan segera saja bersimpuh sujud merindukan pertolongan ALLOH. Sedangkan ketika diberi kelapangan dan kesenangan yang lebih lagi, justru dia semakin bersimpuh dan bersyukur lagi atas nikmat-Nya ini.

Orang-orang yang ikhlas adalah orang yang kualitas beramalnya dalam kondisi ada atau tidak ada orang yang memperhatikannya adalah sama saja. Berbeda dengan orang yang kurang ikhlas, ibadahnya justru akan dilakukan lebih bagus ketika ada orang lain memperhatikannya, apalagi bila orang tersebut dihormati dan disegani.

Sungguh suatu keberuntungan yang sangat besar bagi orang-orang yang ikhlas ini. Betapa tidak? Orang-orang yang ikhlas akan senantiasa dianugerahi pahala, bahkan bagi orang-orang ikhlas, amal-amal mubah pun pahalanya akan berubah jadi pahala amalan sunah atau wajib. Hal ini akibat niatnya yang bagus.

Maka, bagi orang-orang yang ikhlas, dia tidak akan melakukan sesuatu kecuali ia kemas niatnya lurus kepada ALLOH saja. Kalau hendak duduk di kursi diucapkannya, "Bismilahirrahmanirrahiim, ya ALLOH semoga aktivitas duduk ini menjadi amal kebaikan". Lisannya yang bening senantiasa memuji ALLOH atas nikmatnya berupa karunia bisa duduk sehingga ia dapat beristirahat menghilangkan kepenatan. Jadilah aktivitas duduk ini sarana taqarrub kepada ALLOH.

Karena banyak pula orang yang melakukan aktivitas duduk, namun tidak mendapatkan pertambahan nilai apapun, selain menaruh [maaf!] pantat di kursi. Tidak usah heran bila suatu saat ALLOH memberi peringatan dengan sakit ambaien atau bisul, sekedar kenang-kenangan bahwa aktivitas duduk adalah anugerah nikmat yang ALLOH karuniakan kepada kita.

Begitupun ketika makan, sempurnakan niat dalam hati, sebab sudah seharusnya di lubuk hati yang paling dalam kita meyakini bahwa ALLOH-lah yang memberi makan tiap hari, tiada satu hari pun yang luput dari limpahan curahan nikmatnya.

Kalau membeli sesuatu, perhitungkan juga bahwa apa yang dibeli diniatkan karena ALLOH. Ketika membeli kendaraan, niatkan karena ALLOH. Karena menurut Rasulullah SAW, kendaraan itu ada tiga jenis, 1) Kendaraan untuk ALLOH, 2) Kendaraan untuk setan, 3) Kendaraan untuk dirinya sendiri. Apa cirinya? Kalau niatnya benar, dipakai untuk maslahat ibadah, maslahat agama, maka inilah kendaraan untuk ALLOH. Tapi kalau sekedar untuk pamer, ria, ujub, maka inilah kendaraan untuk setan. Sedangkan kendaraan untuk dirinya sendiri, misakan kuda dipelihara, dikembangbiakan, dipakai tanpa niat, maka inilah kendaran untuk diri sendiri.

Pastikan bahwa jikalau kita membeli kendaraan, niat kita tiada lain hanyalah karena ALLOH. Karenanya bermohon saja kepada ALLOH, "Ya ALLOH saya butuh kendaraan yang layak, yang bisa meringankan untuk menuntut ilmu, yang bisa meringankan untuk berbuat amal, yang bisa meringankan dalam menjaga amanah". Subhanallah bagi orang yang telah meniatkan seperti ini, maka, bensinnya, tempat duduknya, shockbreaker-nya, dan semuanya dari kendaraan itu ada dalam timbangan kebaikan, insya ALLOH. Sebaliknya jika digunakan untuk maksiyat, maka kita juga yang akan menanggungnya.

Kedahsyatan lain dari seorang hamba yang ikhlas adalah akan memperoleh pahala amal, walaupun sebenarnya belum menyempurnakan amalnya, bahkan belum mengamalkanya. Inilah istimewanya amalan orang yang ikhlas. Suatu saat hati sudah meniatkan mau bangun malam untuk tahajud, "Ya ALLOH saya ingin tahajud, bangunkan jam 03. 30 ya ALLOH". Weker pun diputar, istri diberi tahu, "Mah, kalau mamah bangun duluan, bangunkan Papah. Jam setengah empat kita akan tahajud. Ya ALLOH saya ingin bisa bersujud kepadamu di waktu ijabahnya doa". Berdoa dan tidurlah ia dengan tekad bulat akan bangun tahajud.

Sayangnya, ketika terbangun ternyata sudah azan subuh. Bagi hamba yang ikhlas, justru dia akan gembira bercampur sedih. Sedih karena tidak kebagian shalat tahajud dan gembira karena ia masih kebagian pahalanya. Bagi orang yang sudah berniat untuk tahajud dan tidak dibangunkan oleh ALOH, maka kalau ia sudah bertekad, ALLOH pasti akan memberikan pahalanya. Mungkin ALLOH tahu, hari-hari yang kita lalui akan menguras banyak tenaga. ALLOH Mahatahu apa yang akan terjadi, ALLOH juga Mahatahu bahwa kita mungkin telah defisit energi karena kesibukan kita terlalu banyak. Hanya ALLOH-lah yang menidurkan kita dengan pulas.

Sungguh apapun amal yang dilakukan seorang hamba yang ikhlas akan tetap bermakna, akan tetap bernilai, dan akan tetap mendapatkan balasan pahala yang setimpal. Subhanallah. ***

SMA N 2 TAPAKTUAN

SMA N 2 TAPAKTUAN
Training Motivasi

PESANTERN AL-MUNJIYA LABUHAN HAJI

PESANTERN AL-MUNJIYA LABUHAN HAJI
Training ISQ

PEMUDA DAN PEMUDI KECAMATAN SAWANG, ACEH SELATAN

PEMUDA DAN PEMUDI KECAMATAN SAWANG, ACEH SELATAN
TRAINING MOTIVASI